KUMPULAN REFERENSI SKRIPSI DARI BERBAGAI JURUSAN,
DAN SEMUA TENTANG SKRIPSI ADA DI SINI

PENGARUH TINGKAT DEBT FINANCING DAN EQUITY FINANCING TERHADAP PROFIT EXPENSE RATIO PERBANKAN SYARIAH (009)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sejarah baru perkembangan perbankan Indonesia, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992 dan dikeluarkannya UU No.7/1992, tentang perbankan. Dimana pada UU No.7/1992 pasal 6 huruf “m” menyebutkan bahwa bank umum dapat melakukan usaha pembiayaan bagi nasabah berdasarkan “prinsip bagi hasil”sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya kemudian dilakukan amandemen terhadap UU No.7/1992 yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 10/1998. Pada UU No.10/1998 pasal 6 huruf “m” makin diperjelas bahwa bank umum dapat melakukan usaha “menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan “Prinsip Syariah”, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Untuk mempercepat implementasi UU No.10/1998, Bank Indonesia mengeluarkan PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional. Momentum penting lainnya yang mendukung perkembangan bank syariah di Indonesia adalah tepat tanggal 16 Desember 2003 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa MUI yang menyatakan bahwa bunga bank adalah haram. Hal ini menjadi pendorong sejumlah bank untuk mulai membuka unit usaha berdasarkan prinsip syariah.

Dan terbukti dengan melihat tabel di bawah ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari perkembangan perbankan syariah dilihat dari jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan.

Tabel 1.1

Perkembangan perbankan syariah dilihat dari jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan (dalam triliun rupiah)

 

Desember 2003

Januari 2004

Maret 2004

Agustus 2004

Jumlah Dana Pihak Ketiga

5,72

6,62

7,02

9,34

Pembiayaan

5,53

5,86

6,41

9,54

Sumber: Bank Indonesia

Namun ada masalah seiring dengan pesatnya perkembangan jumlah bank syariah dan jumlah aset dari bank syariah tersebut. Yaitu pembiayaan mayoritas disalurkan pada debt financing yaitu sebesar 70,93% dengan komposisi murabahah 66.42%;lainnya 4,51%, sedangkan pembiayaan bagi hasil ( equity financing) hanya sebesar 29,07% dengan komposisi mudharabah 18,05%;musyarakah 11,02%. Hal ini dimaklumi bahwa debt financing mendominasi dunia perbankan syariah di awal – awal perkembangannya sebagian masih memandangnya wajar, karena berbagai kendala yang dihadapi dalam pembiayaan bagi hasil(equity financing). Kendala itu dapat bersifat internal maupun eksternal. Menurut Ascarya (peneliti senior Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia)

“Kendala internal adalah perbankan syariah masih terdapat masalah seperti pemahaman akan esensi perbankan syariah yang masih kurang, adanya orientasi bisnis dan usaha yang lebih diutamakan, kualitas serta kuantitas Sumber Daya yang belum memadai, sikap aversion to effort serta aversion to risk.”

Sehingga bank syariah menilai bahwa pembiayaan dengan sistem bagi hasil (equity financing) memiliki resiko tinggi dalam hal kerugian yang dapat terjadi dalam kurun waktu pembiayaan tersebut sehingga dapat menurunkan laba perusahaan karena pembiayaan bagi hasil tidak hanya bersifat berbagi untung tetapi juga berbagi rugi tetapi bila kerugian itu bukan merupakan kesalahan/kelalaian pihak yang diberi pembiayaan. Hal tersebutlah yang menjadi kendala eksternal karena karakter pembiayaan bagi hasil yang memerlukan tingkat kejujuran yang sangat tinggi dari pihak yang mendapatkan pembiayaan. Untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa usaha yang akan dibiayai dengan sistem bagi hasil menguntungkan dan dalam kondisi bagus serta memiliki prospek yang bagus pula maka bank syariah harus melakukan penelitian yang cermat dan membutuhkan biaya yang tidak kecil. Inilah yang membuat bank syariah belum berani berekspansi dalam pembiayaan bagi hasil (equity financing).

Hal ini sangat ironis mengingat tujuan pendirian bank syariah menurut A. Wirman Syafei adalah

“Dalam rangka mencapai falaah (kemenangan dunia dan akhirat) dan turut menciptakan kehidupan yang lebih baik.”

Lebih lanjut A. Wirman Syafei mengutip pernyataan El-Ashker yang menyatakan bahwa

“Tujuan bank syariah menggambarkan bahwa bank syariah dilarang untuk menghasilkan laba maksimum (profit maximization). Tetapi bank syariah tetap didorong untuk menghasilkan laba tanpa harus melanggar prinsip syariah dan tanpa harus meninggalkan kontribusinya dalam peningkatan kualitas perekonomian umat (masyarakat muslim).”

Karena itu dalam menilai kinerja bank syariah tidak hanya menitikberatkan kepada kemampuan bank syariah dalam menghasilkan laba tetapi juga pada kepatuhan terhadap prinsip – pronsip syariah dan tujuan bank syariah tersebut. Abdus Samad dan M. Khabir Hassan dalam jurnalnya “The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997: An Exploratory Study”, mereka menilai profitabilitas dengan kriteria ROA (Return On Asset),ROE (Return On Equity) dimana kedua rasio ini menilai efisiensi manajemen, juga menggunakan PER (Profit Expense Ratio) yang menilai efisiensi biaya dimana menilai kemampuan bank menghasilkan profit tinggi dengan beban – beban yang harus ditanggungnya; tingkat likuiditas menggunakan CDR (Cash Deposit Ratio), LDR (Loan to Deposit Ratio),Current Ratio; tingkat solvabilitas dan risiko menggunakan DER (Debt to Equity Ratio), DTAR (Debt to Total Asset Ratio) , mereka juga menilai komitmen bank terhadap perekonomian dan komunitas muslim. Dimana penilaian ini berdasarkan pada seberapa besar bank syariah tersebut melakukan pembiayaan bersifat bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah), menggunakan MMR (Mudharaba-Musyarakah Ratio) dimana semakin besar dana digunakan untuk pembiayaan bagi hasil maka menunjukan bahwa bank tersebut memiliki komitmen kuat dalam turut serta membangun kualitas umat muslim.

Menghadapi kenyataan seperti itu membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :

“PENGARUH TINGKAT DEBT FINANCING DAN EQUITY FINANCING TERHADAP PROFIT EXPENSE RATIO PERBANKAN SYARIAH”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah – masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah :

1. Apakah tingkat debt financing dan equity financing berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap profit expense ratio bank syariah?

2. Apakah tingkat debt financing dan equity financing berpengaruh secara parsial terhadap profit expense ratio bank syariah?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat debt financing dan equity financing terhadap profit expense ratio bank syariah.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh tingkat debt financing dan equity financing secara bersama - sama (simultan) profit expense ratio bank syariah.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh tingkat debt financing dan equity financing secara parsial terhadap profit expense ratio bank syariah.

1.4 Batasan Penelitian

Penulis melakukan suatu pembatasan masalah dengan tujuan agar penelitian dapat dilakukan secara terarah dan hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya. Batasan – batasan tersebut adalah :

    1. Pengukuran tingkat debt financing dengan menggunakan balance sheet approach karena pada neraca bank syariah memperlihatkan berapa besar pembiayaan disalurkan pada debt financing periode tertentu.
    2. Pengukuran tingkat equity financing dengan menggunakan balance sheet approach karena pada neraca bank syariah memperlihatkan berapa besar pembiayaan disalurkan pada equity financing periode tertentu.
    3. Pengukuran tingkat Profit Expense Ratio dengan menggunakan income statement approach karena pada laporan tersebut memperlihatkan berapa besar profit yang dihasilkan dan berapa beban yang ditanggung oleh bank syariah pada periode tertentu.
    4. Data yang diolah adalah laporan keuangan publikasi periode 2000 hingga 2005.
    5. Tahun penelitian dibatasi dari tahun 2000 hingga 2005 karena perkembangan bank syariah menunjukkan hasil yang bagus pada periode tersebut.

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan bagi pihak lain yang bersangkutan.

  1. Bagi Bagi Dunia Perbankan

Dapat memberikan masukan yang berguna bagi pihak manajemen perbankan syariah terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil terutama prioritas jenis produk pembiayaan yang dipilihnya.

2. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bank syariah dalam menentukan jenis produk pembiayaan yang dipilihnya.

3. Bagi Peneliti Lain

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengkaji lebih dalam permasalahan yang terjadi di bank syariah.

1.6 Kerangka Pemikiran

Tujuan pendirian bank syariah menurut A. Wirman Syafei adalah

“Dalam rangka mencapai falaah (kemenangan dunia dan akhirat) dan turut menciptakan kehidupan yang lebih baik. “

Oleh karena itu bank syariah tetap didorong untuk menghasilkan laba tanpa harus melanggar prinsip syariah dan tanpa harus meninggalkan kontribusinya dalam peningkatan kualitas perekonomian umat (masyarakat muslim). Selain itu sebagaimana halnya bank konvensional, bank syariah juga merupakan lembaga perantara (intermediary). Sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank syariah dituntut untuk memenuhi kriteria demand, brand image, dan pangsa pasar dalam penciptaan usahanya. Karena itu bank syariah harus mampu membangun kepercayaan dan emosi umat bahwa keberadaannya akan bermanfaat bagi masyarakat umum, sehingga harus dikelola atas dasar visi yang kuat untuk memberdayakan ekonomi kerakyatan. Maka upaya yang dilakukan bank syariah adalah melalui pembiayaan.

Pembiayaan dalam konteks perbankan syariah yang tertuang dalam PAPSI:

“Pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah merupakan bagian dari aktivitas pendanaan yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman bank”.

Menurut Bank Indonesia dalam hal ini Direktorat Perbankan Syariah, jenis produk pembiayaan yang dapat dilakukan bank syariah adalah :

(1). Pembiayaan dengan sistem bagi hasil (Equity financing) yaitu :

a. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu di mana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

b. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (shahibul maal), sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Dimana keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian seluruhnya ditanggung pemilik modal asalkan kerugian bukan karena kelalaian pengelola tapi bila sebaliknya maka kerugian ditanggung pengelola.

c. Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Dalam konteks ini lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.

d. Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana penggarap hanya bertnggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

(2). Pembiayaan dengan sistem jual – beli (Debt financing) yaitu :

a. Murabahah adalah jual – beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

b. Salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka.

c. Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembelidan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran.

d. Ijarah al Muntahia Bittamlik adalah sejenis perpaduan kontrak jual – beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa

e. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

Dana untuk melakukan pembiayaan sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga atau berasal dari masyarakat yang menjadi nasabah bank tersebut. Porsi pembiayaan pada bank, pada umumnya mencapai 60% dari total aktiva. Oleh karena itu, bank harus benar-benar mempersiapkan strategi penggunaan dana-dananya agar tingkat penghasilan dari pembiayaan merupakan tingkat penghasilan yang menempati porsi terbesar.

Bank harus mampu memaksimalkan profit yang didapatnya guna memberikan return yang berarti bagi nasabahnya. Tingkat keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor – faktor yang dapat dikendalikan (controlable factors) dan faktor – faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable factors). Controlable factors adalah faktor – faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada wholesale dan retail), pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual – beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya – biaya. Uncontrolable factors atau faktor – faktor eksternal adalah faktor – faktor yang dapat mempemgaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan faktor – faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor – faktor eksternal. Karena itu, bank syariah harus dapat melakukan ekspansi kredit/pembiayaan untuk dapat menjaga tingkat likuiditas dan profitabilitas sehingga nisbah bagi hasil yang diberikan tidak berfluktuasi.

Hal itulah yang melatarbelakangi bank syariah memilih jenis produk pembiayaan yang dilakukan. Dan jenis produk yang mendominasi pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah di Indonesia adalah jenis debt financing karena alasan mudah karena dalam memutuskan pemberian debt financing tidak diperlukan biaya yang besar karena tidak perlunya ada proses tinjauan terlebih dahulu oleh pihak bank mengenai prospek usaha, risiko kerugian kecil karena margin keuntungan telah ditetapkan sebelumnya sehingga bank sudah dapat memperhitungkan profit yang dihasilkan pada pembiayaan tersebut. Sebaliknya dalam memutuskan pemberian equity financing terlebih dahulu bank harus melakukan tinjauan terhadap pihak yang akan diberi pembiayaan. Tinjauan itu menyangkut prospek usaha untuk melihat profitabilitas, kondisi usaha untuk menilai kemampuan mengembalikan pembiayaan yang tentunya mengeluarkan biaya yang akan menjadi beban bagi bank dalam melakukan pembiayaan, selain itu profit yang dihasilkan tidak dapat diperhitungkan karena bergantung pada hasil usaha yang bisa ditetapkan hanya nisbah bagi hasil saja. Belum adanya risiko kerugian yang harus ditanggung bersama sehingga dapat menyebabkan profit yang dihasilkan bank menurun. Tapi apakah benar bahwa equity financing sangat berisiko tinggi dan memerlukan biaya yang lebih besar dalam operasionalnya dibandingkan debt financing dalam meningkatkan profit bank syariah?

Padahal equity financing lebih memiliki keunggulan dibandingkan debt financing, karena dalam equity financing menggunakan sistem yang adil dimana berbagi untung (profit)/rugi(loss), sehingga memacu pengguna dana untuk meningkatkan kinerja usahanya karena sadar bahwa tanggung jawab dipikul bersama dan adanya group control dimana pihak bank melakukan pengawasan terhadap kinerja usaha pengguna dana sehingga jalannya usaha terkendali, berbeda dengan debt financing yang hanya mengandalkan peminjam dana saja tanpa adanya pengawasan dari pihak bank.

Selain itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan saudara Nur Anisa Qadriyah pada tahun 2003 dengan judul “Pengaruh Jenis Produk Pembiayaan, Jenis Pembiayaan, dan Jenis Sektor Ekonomi Pembiayaan terhadap Non Performing Financing pada Perbankan Syariah”, yang membuktikan bahwa

“Perbedaan jenis produk pembiayaan (equity financing dan debt financing) yang disalurkan oleh bank – bank syariah tidak memiliki pengaruh pada tingkat NPF padahal diduga equity financing lebih memiliki risiko kredit macet lebih tinggi dibanding debt financing. Artinya semua jenis produk pembiayaan memiliki risiko kredit macet yang relatif sama.”

Berdasarkan itu penulis ingin melihat pengaruh jenis produk pembiayaan (equity financing dan debt financing) terhadap profitabilitas bank syariah berdasarkan tingkat profit yang dihasilkan dengan memperhitungkan biaya atau beban yang harus ditanggung bank syariah dalam melakukan pembiayaan tersebut.

Profit Expense Ratio (PER) adalah rasio yang digunakan DR. Abdus Samad dan DR. M. Khabir Hassan dalam menilai kinerja Bank Islam Malaysia periode 1984-1997 dalam hal profitabilitas. Dimana bila rasio ini menunjukkan nilai yang tinggi mengindikasikan bahwa bank menggunakan biaya secara efisien dan menghasilkan profit yang tinggi dengan beban – beban yang harus ditanggungnya. Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer di mana pun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Di samping itu, dengan adanya pemisahan antara unit dan harga ini, dapat diidentifikasi berapa tingkat efisiensi teknologi, efisiensi alokasi, dan total efisiensi. Dimana hasil penelitiannya adalah

“Profitability (PER) performance when compared with a conventional bank/banks show that BIMB is lagging behind the conventional bank. An average profit of BIMB is 21% whereas the average profit of the conventional bank for the same periods was 36%. This difference in profitability performance is statistically significant at 5% level. There are various reasons for lower profitability performance of BIMB. First, BIMB does not have wide scope for investment in any stock or security because of religious constraints. It can only invest in Shariah approved projects. It can not invest beyond the Shariah Board approved investments even if it can earn higher rate of returns. Shariah Board supervises bank investment. Secondly, investment in government bond is a major source of earnings. The rate of return of government bond is lower than other types investments. Thirdly, in order to provide the guarantee of depositors' deposits and trust (amanah), BIMB maintains more liquidity than the conventional banks.”

Berdasarkan hal di atas penulis menarik hipotesis bahwa tingkat debt financing dan equity financing baik secara parsial maupun simultan mempengaruhi Profit Expense Ratio perbankan syariah.

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

 clip_image001[4]

1.7 Objek dan Metode Penelitian

1.7.1 Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah tingkat debt financing, tingkat equity financing, dan profit expense ratio dari laporan keuangan publikasi bank syariah yang dipublikasikan melalui media cetak, elektronik. Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah (BUS), Bank Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS) yang beroperasi dari tahun 2000 hingga tahun 2004. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Dari kriteria tersebut, maka dari populasi sebanyak 5 bank syariah (N=5) dimana 2 merupakan BUS dan 3 UUS dapat diambil sampel sebanyak 2 (n=2) bank syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Keduanya merupakan Bank Umum Syariah. Dan juga karena total aset yang dimiliki Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri adalah 80% dari total aset perbankan syariah di Indonesia dengan total pembiayaan keduanya sebesar 60% dari total pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah di Indonesia.

1.7.2 Metode Yang Digunakan

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan asosiatif. Pengertian metode deskriptif menurut Moh. Nazir (1999; 63-64) adalah

“Suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki yang kemudian di analisis.”

Penelitian asosiatif ini merupakan suatu penelitian yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Dalam metode deskriptif, bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif.

Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Tingkat Debt Financing sebagai variabel bebas (X1)

2. Tingkat Equity Financing sebagai variabel bebas (X2)

3. Profit Expenxe Ratio sebagai variabel terikat (Y)

Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dilakukan pengujian kuantitatif, untuk mengukur pengaruh secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan dengan metode statistik yaitu analisis dan korelasi berganda. Namun sebelumnya, penulis melakukan terlebih dahulu uji normalitas data dan asumsi klasik. Untuk perhitungan statistiknya, penulis sebagian menggunakan progran komputer SPSS for Windows ver.12..

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan mendapatkan laporan keuangan publikasi yang dipublikasikan melalui media cetak dan elektronik dari laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Penelitian berlangsung periode April – Agustus 2005.

 


CARA SINGKAT BELAJAR BAHASA INGGRIS segera bergabung bersama kami..!!!!